[Review] A Whisker Away

Berjudul asli Nakitai Watashi wa Neko wo Kaburu, A Whisker Away merupakan film anime orisinal yang dikerjakan studio Colorido. Disutradarai oleh Junichi Sato (Tamayura), Tomotaka Shibayama (Hai to Gensou no Grimga), skrip film anime ini ditulis oleh Mari Okada (Her Blue Sky). Film anime ini tadinya direncanakan tayang di Jepang pada 5 Juni 2020. Namun karena pandemi COVID-19, penayangan bioskop film anime ini ditunda dan diputuskan untuk ditayangkan di Netflix secara global mulai 18 Juni 2020. Iya, Netlfix Indonesia kebagian kok~

A Whisker Away bercerita tentang Miyo “Muge” Sasaki, yang memiliki kepribadian yang cerah dan penuh energi di sekolah dan di rumah. Dia juga jatuh cinta dengan teman sekelasnya, Kento Hinode. Muge mencoba berulang kali untuk mendapatkan perhatian Kento, tetapi ia tidak memperhatikannya. Dia menyadari bahwa satu-satunya cara untuk menjadi dekat dengannya adalah untuk berubah menjadi kucing, tetapi pada titik tertentu, batas antara dirinya sebagai manusia dan kucing menjadi ambigu.

‘Purr-fect’ Move From Netflix

Sebelum bahas film animenya, saya mau berikan honorable mention ke Netflix dan tim produksi yang memutuskan film anime ini untuk ditayangkan secara global. That’s a brave move, jarang sekali saya nemu film Jepang, terutama film anime ya, yang ditayangkan global bersamaan dengan tayang di Jepang. Tidak ada eksklusifitas dalam penayangan A Whiker Away ini, seakan memang targetnya penonton internasional, bukan Jepang saja.

Juga terutama tim dari Netflix yang saya nilai niat dalam penayangan film anime ini. Saya mungkin hampir tidak pernah menemukan subtitel resmi yang baik dalam anime, fansub saya nilai memang masih lebih niat mengerjakan subtitel dalam anime. Namun kreatifitas itu saya temukan di penayangan resmi film anime ini, entah itu di subtitel bahasa Indonesianya maupun bahasa Inggrisnya. Walau produksi anime yang melibatkan Netflix memang terlihat masih kurang sehat, but thanks Netflix, you’re doing really good this time~ Yang nonton dari fansub/bajakan mah mana ngerti!~ /plak

Sebuah Kisah Antara Realitas dan Fantasi

Oke, saya mulai membahas film animenya yak~ Pertama, THIS SO GOOD! Menurut saya Mari Okada lagi-lagi berhasil membuat sebuah kisah pendewasaan yang dibalut dengan kisah fantasi mistik. Padahal di detik-detik awal film anime ini saya merasa kurang yakin dengan kisah yang akan diceritakan film ini. Dialog awalnya terasa bucin sekali, don’t like it at all. Maaf nih sebelumnya, saya mau jujur-jujuran saja, saya ada trauma dengan salah satu film anime tahun lalu yang mempunyai cerita “fantasi tapi bucin”.

A Whisker Away ini memang masih ada rasa bucinnya, lebih terlihat terang-terangan malah, tapi film anime ini punya motivasi atau alasan yang baik tentang perasaan cinta itu. Tidak sekadar, “gpp dunia kiamat, yang penting gw sama lu!!” ahh, jangan diingatkan lagi dah. Yang pasti film anime ini tuh tidak seperti itu, BIG NO!!!

Kisah yang diceritakan A Whisker Away adalah kisah antara realitas dan fantasi. Film anime ini menceritakan realitas pahit yang dihadapi karakter yang ada. Lalu menceritakan fantasi terliar mereka juga di saat yang sama. Muge ini sangat membenci realitas yang dia alami di hidupnya. Sampai-sampai dia ingin dunia itu hancur saja kalau perlu. Hingga dia dihadapi sebuah pertanyaan terbesar dalam hidupnya, “apa yang kau pilih, menghadapi realitas atau kabur ke dalam fantasi?”.

Setiap Karakter Mempunyai Cerita yang Baik

Tidak hanya Muge, A Whisker Away mempunyai banyak karakter, banyak personalitas, dan semua karakternya ini dibuat dengan sangat baik. Hampir semua karakter mempunyai spotlight-nya masing-masing. It’s so well scripted, seperti kisah Yori dan Muge, kisah pacar ayahnya Muge dan kucingnya Koneko, hingga kegalauan protagonis pria dalam film anime ini, Hinode.

Kawan yang baik bukanlah mereka yang membuatmu menangis, namun menangis untukmu~ Ah! Entah kenapa pengen aja nulis kalimat ini~~~

Semua kisah karakter dalam A Whisker Away mempunyai pesannya masing-masing. Dan semua pesan yang mereka sampaikan ini sangatlah baik, sebuah kisah tentang persahabatan, kesetian, hingga kisah tentang sebuah tanggung jawab. Pesan yang disampaikan ini juga sangatlah umum, bukan hanya untuk dewasa, tapi juga untuk remaja yang mungkin sering mengalami kegalauan.

The Three Act of Wonder

Cerita ini mempunyai beberapa babak yang bisa dibagi menjadi 3 babak. The Three Act of Wonder, saya menyebutnya seperti itu karena ini memang terdengar seperti itu. Babak pertama adalah kisah drama realisitis yang dibalut dengan fantasi. Di mana Muge yang berubah menjadi kucing untuk kabur dari realitasnya yang pahit. Di mana dia bersenang-senang dengan wujudnya menjadi kucing itu bersama Hinode, walau tahu mereka berdua harusnya menghadapi realitas mereka.

The second act, walau babak ini pendek, tapi babak ini juga mempunyai kisah yang bagus. Sebuah kisah drama realistas yang berdampingan dengan fantasi. Is this a real life, is this just fantasy? Keduanya berada di posisi yang sama di babak ini, berdampingan. Ini juga yang sedang dihadapi Muge di babak ini, berada di batas abu-abu apakah dia itu manusia atau kucing. Juga kisah pacar ayah Muge, Kaoru dan kucing Koneko itu.

Terakhir, babak yang mengakibatkan meninggalkan sebuah pertanyaan besar untuk saya, babak di mana kisah fantasi dibalut drama realistis. Babak terakhir ini menyajikan sebuah kisah fantasi mistik, namun juga ada kisah drama realistis di dalamnya. Sebuah kisah pendewasaan sekaligus penyesalan di dalam dunia fantasi. Akhir dari cerita pencarian jati diri ini ditutup dengan sangat baik. Tentang pertanyaan besar yang menyangkut di pikiran saya pada babak terakhir ini adalah…

It’s A Ghibli Movie!?

Saya tahu A Whisker Away merupakan film anime orisinal produksi tim studio Colorido, but it’s look like Ghibli Movie! Tidak hanya terlihat seperti film Ghibli, tapi terdengar dan terasa seperti film Ghibli. Visual fantasi yang mereka buat, musik latar belakangnya, hingga perasaan yang disampaikan film ini, semuanya terasa seperti ini film Ghibli. Saya suka sekali dengan musik latar belakang yang ada di film anime ini. Beberapa musik ada yang terdengar ceria dan sedikit konyol. Lalu ada juga musik yang terdengar mistik tapi ada rasa fantasinya juga. Not gonna lie, the music is so lit! 

Di sini bukan saya berarti mengatakan kualitas film anime ini kualitas bebek yak, ngikut-ngikut aja. NO! Perasaan ini saya tunjukkan sebagai rasa kagum saya kepada studio Colorido ini. Sebuah studio produksi animasi yang bahkan belum berdiri 1 dekade lamanya, sudah bisa menyamai kualitas studio yang sudah didirikan bahkan sebelum masa reformasi Indonesia dimulai saya lahir. Saya yakin ke depannya studio Colorido mampu membawakan penonton ke dunia fantasi dengan sangat baik, lagi!

Saya juga makin yakin studio Colorido akan berhasil mengadaptasi manga Tite Kubo (Bleach) yang baru, Burn The Witch. Iya, studio Colorido yang mengerjakan adaptasi film anime Burn The Witch, manga one-shot Tite Kubo yang dirilis pada tahun 2018, dan akan mendapatkan serialisasi pada musim panas 2020 di majalah mingguan Shonen Jump. Adaptasi film animenya juga direncanakan tayang di tahun yang sama dengan tahun serialisasinya. Saya yakin adaptasi film anime ini akan berhasil setelah saya berhasil dibuat kagum dengan dunia fantasi yang dibuat studio Colorido di film anime orisinal ini.

Kenapa Kucing?

Dari semua binatang atau mahluk fantasi yang ada, kenapa mereka memilih kucing? Menurut saya, secara visual kucing memang sangatlah menarik untuk digambar dan mempunyai banyak emosi. Menggemaskan iya, menyebalkan iya, menyeramkan pun kadang iya. So loveable and so soldable, saya rasa itu salah satu alasan kenapa mereka memilih kucing.

Ternyata setelah saya menonton dan memperhatikan detil film anime ini, saya rasa mereka mempunyai alasan lain dalam pemilihan kucing ini. “Kenapa kucing dibilang nyawanya sembilan?” sebenarnya itu adalah mitos yang mempunyai bermacam-macam latar belakang. Namun, mereka mengadptasi mitos itu menjadi cerita fantasi yang dikembangkan di film anime ini. I think that’s genius, dan saya pikir alasan ini memang benar, karena mereka ada menaruh easter egg yang cukup mendukung alasan ini. Mungkin ini sedikit spoiler yak, tapi salah satu kucing di film ini memang mempunyai “9 nyawa”, literally.

Verdict: A Good Movie with A Good Message

A Whisker Away is a good movie with a good message. Sebuah kisah pendewasaan dengan bumbu sihir fantasi mistik yang menghibur sekaligus mendidik. “Realitas mungkin memang tidak seindah fantasi, tapi dirimu sendiri lah yang membuat realitas itu lebih indah”. Itu salah satu pesan yang saya dapatkan dari film anime ini.

You know what? I think it’s like Her Blue Sky, film anime yang sebelumnya pernah tayang di bioskop Indonesia. Mari Okada kembali memberikan sihirnya yang kira-kira sama dengan film anime ini. Tapi film ini mempunyai sihir yang lebih dari Her Blue Sky, literally more magic. Hebatnya, Mari Okada tetap mampu memberikan pesan kemanusiaan itu, entah betapa fantasi cerita yang dia bawakan.

Mungkin terdengar sedikit membosankan, but this is a definitely must watch movie, apalagi untuk kamu kadang membenci realitas dan rasanya ingin kabur ke dunia fantasi. Untuk kamu pecinta film Ghibli saya rasa film ini juga cocok untuk kamu. Apalagi kamu pecinta dan pemilik kucing! Sebuah film anime yang cocok juga untuk ditonton bersama keluarga. Ini bukan film-film tearjeker yang tahu-tahu bikin nangis~ Tapi film yang cukup membuat penontonnya terharu bahagia.

Itu dia sedikit ulasan dari saya~ Satu lagi, jangan ditutup dulu ya filmnya saat credits roll, tonton sampai detik terakhir! (sampai logo Netflix yang terakhir muncul!) Karena ada act keempat yang merupakan aftermath ceritanya selama credits roll. I told you right, ini tuh persis kayak Her Blue Sky, mereka pun buat beginian juga. Tapi yang ini lebih wholesome, also motivate! It’s a good extra act!

“Sebuah film anime yang menceritakan sebuah pendewasaan dalam kisah fantasi yang sangat baik!”

Sumber Gambar: Netflix Indonesia