[Midseason Review] Otome Game Sekai wa Mobu ni Kibishii Sekaidesu

May 9, 2022 15:34
[Midseason Review] Otome Game Sekai wa Mobu ni Kibishii Sekaidesu

Selamat datang dalam review tengah musim anime versi JOI. Sudah lama sekali sejak terakhir kali JOI merilis review anime musiman saat di tengah musim. Sebenarnya, review ini ingin saya segera tuliskan ketika anime ini menginjak episode ketiga, namun karena saya masih cukup sabar mengumpulkan data serta mengkaji sumber aslinya, maka barulah review ini bisa terbit di tengah musim.

Anime yang akan kita bahas kali ini adalah Otome gē Sekai wa Mobu ni Kibishī Sekaidesu, atau untuk versi bahasa Inggrisnya lebih dikenal dengan The World of Otome Games is Tough for Mobs. Anime ini merupakan adaptasi dari novel ringan karangan Yomu Mishima yang ilustrasinya dikerjakan oleh Monda. Mobuseka -sebutan singkat untuk serial ini- sudah memiliki adaptasi manga dan saat ini sudah berjalan sejak 2018, bersamaan dengan tahun perilisan novelnya.

Ouch, my eyes!

Anime Mobuseka tayang pada periode musim semi 2022 dengan total 12 episode. Studio ENGI dibawah komando Kadokawa terpilih menjadi studio yang mengerjakan serial ini. Saat review ini ditulis, anime ini sudah menayangkan sampai episode 6.

Dalam tulisan saya sebelumnya pada JOI Spotlight, diterangkan apabila anime ini akan menerima banyak hujatan dari saya seorang. Sebenarnya apa yang menyebabkan saya bisa menulis hal seperti itu? Biar lebih jelasnya, mari kita ulas dosa-dosa dalam anime ini yang layak menerima kata-kata hujat.

Long Rant ‘Bout Visual

Hal yang paling jelas bisa Anda lihat ketika menonton anime ini adalah visualnya yang hancur-hancuran. Bicara soal visual bukan hanya soal art semata atau animasi, melainkan secara keseluruhan. Tidak ada orang normal, ini yang saya yakini, mengatakan kalau “Wah adaptasi anime ini bagus, visualnya sangat brilian”, dan semacamnya. Semua yang melihat anime ini pasti akan merasa tidak nyaman saat menatap anime ini untuk pertama kali.

Pertama soal desain karakternya. Ini jauh berbeda dari apa yang tampak dalam novel maupun manga. Taruhlah Anda belum pernah membaca sumber orisinalnya, masih terlihat begitu hancur untuk orang baru pertama kali menonton anime ini. Walau waktu diputar 10 tahun ke belakang, visual seperti ini masih bisa dibilang cukup hancur di zaman itu. Tidak perlu saya bandingkan dengan anime-anime lain yang tayang semusimnya, bahkan untuk anime erotis dewasa, Mobuseka masih bisa dikatakan kalah jauh kualitas visualnya.

Layaklah ENGI selaku studio yang memegang adaptasi anime ini mendapat hujatan. Bukannya membuat anime seperti biasa, malahan mereka mencoba menampilkannya dengan balutan style otome game. Saya sih cukup ngakak ketika melihat ini sebagai style otome game. Kalau semua studio memiliki pandangan seperti ENGI, bisa-bisa anime seperti Hamefura dibuatkan stylenya seperti ini. Nyatanya toh tidak. Dibuat normal seperti biasa, Hamefura sukses banjir pujian untuk adaptasinya.

Tidak mengherankan apabila ada yang berkomentar jika visual anime ini seperti hentai.

Visual memalukan ini sudah mereka perlihatkan sejak pertama kali merilis poster perdananya. Dilanjutkan dengan PV hingga akhirnya tayang, style kocak itu tetap dipertahankan meski banjir kritikan. Fans Mobuseka sudah mengendurkan hype mereka terhadap anime ini. Makanya ekspektasi orang ketika mulai menonton anime ini berada pada tingkat terendahnya, tingkat yang tidak bisa dibanggakan dari anime ini.

Komentar negatif terhadap visual bukan datang hanya dari saya. Kalau hanya saya, seorang penulis yang berkomentar, pastilah agak meragukan karena dasar saya terhadap seni visual masih kurang. Jadi, saya mencoba menggali opini beberapa artist mengenai tampilan dari anime ini. Singkatnya, inti dari sahutan mereka adalah pendapat negatif. Mulai dari color tune yang kaku terutama di bagian wajah dan mata, kepalanya kegedean atau kekecilan, karakternya flat dan kurang hidup animasinya. Bahkan ada satu artist asal Indonesia yang viral karena menggambar serta memberi warna ulang sebagai protes terhadap visual anime Mobuseka.

Saya sebenarnya tidak masalah dengan mata besar segede gaban, karena banyak anime menggunakan style seperti ini di luar sana. Tapi tolonglah, ENGI.. buatlah anime yang nyaman untuk dilihat. Pendapat fans, ahli, bahkan awam seperti saya satu, visual anime Mobuseka itu jelek. Kalaupun ada yang bilang ok, bukan berarti visualnya bagus.

Kalau dilihat, dua karakter mob di belakang jauh lebih bagus daripada karakter inti

Visual dari opening maupun endingnya juga below mediocre banget. Tidak ada effort untuk membuat credit yang sedikit enak dilihat, murni hitam putih tulisan basic. Kalau begini audionya juga tidak bisa ada yang dibanggakan.

Memang ENGI ini track record-nya tidak pernah ada yang bagus dalam mengadaptasi anime. Tantei wa mou Shindeiru? Rusak. Uzaki-chan wa Asobitai? Ya biasa saja, tidak ada yang benar-benar bagus. Kancolle Season 2 saya kira bukan alasan yang tepat untuk ngeles bajaj soal rusaknya anime ini. ENGI aja masih bisa bantuin A-1 untuk ngerjain Kaguya Season 3. Kurang dana? Kurang waktu? Setidaknya kalau visual Anda tidak seburuk dari awal, tidak akan mendapat hujatan seperti ini. Background sudah dibuat simpel, gerakan animasi minim, masih saja banyak miss seperti mata jenong beda arah pandangan. Banyak kok anime yang tight schedule and budget tapi masih ok visualnya. Jadi gagal visual dalam anime ini murni kesalahan ENGI, meski sebagian kesalahannya bisa dilimpahkan kepada si otak pemberi project, Kadokawa.

Jangan mentang-mentang bantuin anime Kaguya, malah desain bapaknya Miyuki kecampur ke sini, NGI!

Don’t Forget the Mecha Part

Satu hal yang sering dilupakan oleh penonton anime saja -ya karena masih ada beberapa yang membela anime ini- adalah soal genre mecha yang terkandung dalam serial ini. Anime ini bukan soal isekai, fantasi, rom-com saja, tapi bagian mecha dalam anime ini cukup besar. Dari episode pertama saja kita sudah diperlihatkan robot-robotan dan fasilitas dengan teknologi tinggi di tengah budaya medieval khas fantasi isekai. Mobuseka bahkan terkadang memiliki porsi mecha lebih banyak dari bagian lainnya.

Saya bukan penggemar mecha, tapi jelas di mata seorang awam seperti saya, ada yang salah juga dari bagian mechanya. Dan ini diperjelas oleh berbagai opini fans mecha di luar sana. Sakit mata mereka melihatnya. Battle yang harusnya keren, karena bagian ini bisa dimaksimalkan untuk dilihat dalam versi anime daripada novel atau manga, malahan yang muncul adalah gerakan kaku. Memang, Leon itu sangat kuat, bisa mengalahkan musuhnya dengan Arroganz hanya sekali pentung. Tapi cobalah dibuat seproper mungkin battlenya. Ada beberapa swing-swing-was-wes-wus sebelum final touch. Dan itu gagal dianimasikan oleh ENGI. ENGI terlalu fokus dengan desain ala otome dan membuat desain mecha seadanya.

Nanti di episode 7 ada scene balapan motor terbang yang sudah diperlihatkan di trailer. Saya yakin animasi itu juga dibuat sedemikian simpelnya sampai harapan saya yang sudah kosong menjadi negatif.

Soal desain armor dan lain semacamnya mungkin Anda bisa mencari pendapat ahli mecha yang lebih bisa dipertanggungjawabkan pendapatnya. Saya hanya menyimpulkannya ke dalam caption dari cuplikan berikut.

Coba perhatikan arenanya, itu cuma digeser saja ke kanan. Pintu masih segede gaban sementara robot digeser mengecil. Wow, arenanya bisa membesar ya? Ini sih fix PNG digeser + zoom-in zoom-out doang. 

Story is the Saviour?

Yang bisa menyelematkan muka dari anime ini adalah ceritanya. Biar saya perjelas satu-satunya bagian bagus dalam anime ini. Ceritanya mengambil konsep isekai. Karakter utama terbangun menjadi anak seorang bangsawan rendah yang hidup susah. Namun karena dunia yang ditempatinya adalah game otome yang pernah dimainkannya, ia mencoba jalan pintas untuk mengubah nasibnya. Singkat cerita akhirnya dimulainya saga kerennya karakter utama kita. Berbekal kekuatan yang diambil dari jalan pintasnya, ia mengangkat derajatnya sampai kelewat tinggi. Bahkan ia yang seorang mob chara bisa berinteraksi dengan heroine utama dan villainnya.

Ya, dari konsep yang dituliskan di atas biasa saja sih. Tapi konsep pendukung dunia yang dibentuk dalam ceritanya itu yang menarik. Dunia tempat karakter tinggal adalah dunia yang mengutamakan derajat wanita lebih tinggi dari pria. Nah, disitulah sisi menariknya terus dibahas. Ditambah lagi konsep sekolah dalam cerita bukanlah sekolah biasa. Sekolah di sini hanya fokus dalam pencarian jodoh, karena itulah yang menentukan nasib para karakter. Yang diajarkan di sekolah adalah cara menghidangkan pesta teh dan menjelajah dungeon. Itupun porsi yang ditampilkan dalam animenya sedikit, jadi kalau kalian berpaling sejenak, maka kalian akan ketinggalan esensinya.

Saya akui, dari segi cerita memanglah menarik. Tapi tunggu dulu. SEMUA CERITA INI DIAMBIL DARI NOVELNYA. Jadi tidak ada yang mengherankan karena novelnya sudah mantap, studio tinggal comot cerita yang ingin ditampilkan dalam animenya. Kalau saya mau memuji ceritanya saja, maka pujian itu saya lontarkan kepada penulis aslinya. Tugas studio di sini adalah menampilkan ceritanya dalam bentuk audiovisual, dan apakah itu sukses?

Tolonglah baginda ratu saya jangan dinista!

Di sini saya mencoba mentolerir kalau visual ampas itu tidak membantu sama sekali penggambaran ceritanya. Jadi pendapat saya soal cerita tidak mengikutsertakan sejentik pun masalah visual dalam bahasan ini.

Cerita dalam adaptasi anime Mobuseka adalah 50/50. Ada bagusnya, ada juga buruknya. Bagusnya, dialog antar karakter masih tergolong cukup ok. Soal kerennya karakter utama juga bisa diceritakan cukup baik. Namun, masalah utama soal anime adaptasi adalah hilangnya bagian penting dalam beberapa scene yang harusnya wajib disertakan dalam animenya.

Tidak perlu dari kacamata seseorang yang sudah membaca novel atau manganya. Ada beberapa kejanggalan sepanjang enam episode yang berjalan. Seperti, loh kok tiba-tiba ini Leon sudah punya dua kawan, sejak kapan diperkenalkannya? Atau soal status bangsawan yang entah hanya dibahas sekilas, jadi orang yang nonton bisa melupakan hal sepenting itu? Kalau informasi sepenting itu tidak mendapat spotlight yang bagus, maka ke depannya anime ini akan kesulitan membawakan alur ceritanya. Hal ini sudah terjadi di episode ke-6 yang di mana nanti akan mendapat pembahasan penuh cintanya dari saya di JOI Spotlight minggu depan.

Verdict: Ampas/10

Sangat amat disayangkan, setelah sekian lama saya tidak menulis ulasan anime musiman di JOI, jatuhnya malah penuh hujatan. Ya, setidaknya ini tidak separah beberapa review saya waktu lalu yang lebih pedas kata-katanya.

Mobuseka bukanlah anime terjelek yang pernah saya tonton. Masih ada beberapa anime dengan visual jelek seperti anime ini yang hancurnya lebih parah. Walau demikian, Mobuseka hanyalah 2 atau 3 level di atasnya dan jauh tertinggal dari anime-anime sezamannya.

Adaptasi sehancur ini tidak ditujukan untuk orang-orang yang sudah membaca novel atau manganya, atau untuk penggemar mecha, meski label mecha masih tercantum di dalamnya. Apa gunanya anime hasil adaptasi kalau semua aspeknya zonk dan hanya ceritanya yang bisa dinikmati? Hanya orang kuat yang tahan siksaan yang bisa menonton anime ini sampai tamat.

Bagi Anda yang menyukai cerita Mobuseka, lebih baik untuk membaca novel dan manganya saja. Jika beruntung, Anda bisa mendapat diskon jika membeli novel atau manga Mobuseka di Google Play Books. Solusi lainnya, putarlah suara dari animenya sambil mata Anda diarahkan untuk membaca manga. Sekian dan selamat mencoba.