[Review] One Piece Film RED

September 21, 2022 21:26
[Review] One Piece Film RED

Saat artikel ini ditulis “One Piece Film RED” telah mendapat pendapatan bruto melebihi 15 milyar yen, secara resmi melewati Weathering with You di genre film anime. Shinjidai karya Ado juga sempat memuncaki tangga lagu Apple Music Global dan saat saya terakhir ngecek masih nyaman di 10 besar.

Shueisha jelas sekarang udah ngerti banget kalau mereka nggak bisa santai soal anime proyek mereka. Apalagi melihat Film RED ini tayang untuk merayakan 25 tahun seri. Setelah Stampede yang merupakan tipe film di mana semua karakternya bisa ngumpul, Film RED memutuskan untuk ngumpulin para musisi kondang untuk berkontribusi di dalam filmnya.

Film menceritakan tentang Uta, diva terbesar dunia yang menyelenggarakan konser live sekaligus kemunculan publik pertamanya di pulau Elegia. Fans, angkatan laut, dan bajak laut berdatangan ke konser diva dengan “suara supernatural” tersebut karena berbagai alasan. Secara mengejutkan, Luffy ternyata tahu identitas Uta sebagai teman kecilnya sekaligus putri dari Shanks.

Saya risih mesti bilang hal sejelas ini, tapi saya perlu tekankan bahwa Film RED adalah sebuah musikal. Melihat pas nonton ada aja yang komentar “ini kok nyanyi terus” di belakang.

Apakah Bisa Nonton Film Ini Tanpa Tahu One Piece?

Melihat ini seri yang udah melebihi 1000 chapter, wajar lah ada yang merasa terintimidasi buat ngikut. Bisa juga ada yang “nekat” dateng buat Ado aja, in which case ya silakan enjoy satu album baru dia. Kualitas produksi Toei ya tentu ada dan bisa dinikmati seadanya, dan jujur ini film udah ngasih cukup informasi soal latar dari Shanks, Luffy, dan Uta.

Untuk Mereka Yang Ngikut Rutin

Untuk posisi canon sendiri Film RED agak aneh posisinya. Ngeliat jelas ini pasca Wano namun karakter yang sedang “sibuk” dan ngilang sempat aja dateng buat insiden ini. Penonton anime juga harusnya dah liat 2 episode perkenalan yang filmnya sendiri ngasih versi pendeknya. Saya juga ada firasat ini pilihan karakternya berdasarkan kesempatan merchandising.

Singkatnya, don’t worry about it. Walaupun secara pribadi saya merasa ketipu saat dibilangin kalau Luffy pake Gear 5. Itu informasi yang secara teknis benar, tapi saya ga seneng dengan eksekusinya.

Bagaimana Film RED Dibanding Sama Film Sebelumnya?

Staf film sudah banyak belajar soal konflik masal. Emang para karakter kurang lebih ngasih skill tipikal mereka terus ganti fokus ke karakter lain, tapi ya ngeliat ini skala konfliknya ngelibatin AL, Bajak Laut, dan karakter bernama lain ya gini deh. Sebagai gantinya ada lebih banyak fokus di pertarungan dan koordinasi tim.

Sebagai musikal juga saya ada kritik yang agak aneh. Ada momen di mana yang bikin saya ngerasa staf kebanyakan bikin lagu dan kepaksa ngejejalin insert song di momen yang kurang enak. Begitu juga ngasih segmen musikal yang back to back to back yang untungnya bisa lebih terkontrol di paruh akhir. Iya ini emang musikal tapi pace lagunya nggak diberi jarak yang bagus buat dicerna. Personally ada momen musikal yang saya bilang bisa ngelebihin momen Red Roc seri TV-nya, yang for once merupakan sebuah instrumental.

Buat saya, nilai terbesar dari film ini tuh nunjukin momen introspeksi Luffy. Kali ini dia harus ngelawan antagonis yang harus bisa dia kalahin secara emosional. Bagusnya juga sebagai sebuah seri, One Piece memang cenderung antipati soal ngebunuh karakter, namun saya respek banget film bisa komitmen ngelakuin hal yang perlu dilakukan di akhir.

Saatnya Ngomong Soal Uta, Soal Spoiler

Dari poster juga udah jelas kalau ini adalah cerita Luffy, Uta, dan Shanks. Terutama hubungan mereka sebagai keluarga. Uta sendiri diakui Oda terinspirasi oleh Princess♂ sekaligus biar antagonis film bukan om-om tua lagi. Sejauh ini juga dia adalah antagonis paling sukses di level kehancuran yang dia buat dan bagusnya juga dia adalah tipe antagonis yang rencananya nggak bisa digagalkan secara fisik selama bisa berjalan lancar.

Uta adalah antagonis yang dimotivasi fakta kalau dunia One Piece itu bisa jadi neraka buat warga sipil biasa. Perlu diingat kalau Kaido dan Big Mom adalah monster yang diciptakan oleh sistem dunianya. Walaupun memang ada Bajak Laut dan Angkatan Laut yang berusaha membuat dunia ini lebih pantas dihidupi, orang seperti Luffy dan Koby tidak bisa berada di semua tempat dan waktu. Oleh karena itulah Uta punya rencana sendiri untuk membuat era baru.

Saya punya opini kontroversial: “Saya lebih suka pengenalan dia sebagai teman masa kecil dibanding Sabo”. Luffy memang punya trio dia selama karirnya sebagai bandit gunung, namun Uta adalah temannya sebagai anak kecil. Ini juga yang ngebuat dialog antara keduanya di akhir ngena banget. Momen di mana sang protagonis seri shounen duduk dan bicara, dari satu pemimpi ke pemimpi lain.

Udah tradisi seri buat ngeakhirin petualangan sebuah pulau dengan pesta. Namun kali ini Luffy cuma bisa diam pergi buat ngeproses semua yang telah terjadi. Pada akhirnya juga deklarasi dia saat post-credits juga memiliki bobot tambahan dari mimpi Uta. Ini impact terbesar buat saya dari film ini.

Apakah Ada Informasi Untuk Cerita Utamanya?

Nggak ada truth bomb seperti Stampede dulu saat nama Eternal Pose muncul, kalau itu yang kalian tanyakan. Cuma ada detail menarik soal kondisi dua antagonis seri ini.

One Piece sendiri punya “impian” serta “mimpi” sebagai tema. Yang di ceritanya bisa dilambangkan via “harapan untuk terus maju” maupun “sesuatu yang dilihat saat tidur”. Uta sebagai antagonis secara sengaja membuat dirinya tidak bisa tidur agar bisa bermimpi sembari bangun, dan ini punya efek drastis terhadap mentalnya.

Ini kondisi yang dialami Teach selaku ancaman terbesar dari setting ini. Entah apa isi kepala dari karakter yang dikenal nggak pernah tidur. Antara dia memang orang yang tidak bisa bermimpi atau hidup dalam mimpi. Keduanya sama-sama berbahaya di dunia One Piece.

Ada juga komentar Gorosei soal latar belakang Uta yang sayangnya nggak didetail lebih lanjut. Mungkin ini baru jelas setelah informasi Void Century sudah terungkap.

Verdict: I Sing for Liberation

One Piece Film RED adalah perayaan yang pantas untuk seperempat abad seri ini. Saya akui sentimen positif saya juga ditopang sama seri TV dan manga-nya yang momentumnya lagi bagus. Tentu Toei masih bisa dipercaya soal kualitas aksi mereka, namun saya paling senang dengan film perayaan yang bersedia punya bittersweet ending seperti ini.

Namun saya akui juga film One Piece itu membawa sebuah ekspetasi, seperti yang bisa kita lihat dari film Baron Omatsuri dulu yang baru bisa saya apresiasi belakangan. Saya ngerti sih bila ada yang antipati dengan film ini melihat fokusnya sebagai musikal maupun kurang cocok dengan lagu Ado.